Self Discipline dan Kehormatan (The Making of Self Driving)

Sudahkah Anda membaca buku Self Driving?  Buku ini merupakan salah satu karya best seller Rhenald Kasali yang telah cetak ulang sebanyak 24 kali.

Ada satu bab dalam buku ini yang ditulis oleh Rhenald Kasali dalam perjalanan menuju Benua Eropa (Agustus 2012). Bab itu berjudul “Self Dicipline (Disiplin Diri)”. Saat itu dia akan mewisuda mahasiswa-mahasiswanya yang telah menyelesaikan program MBA bekerja sama dengan Universitas Piere Mendez Grenoble yang terletak di kaki Gunung Alpen, di wilayah Lyon, Prancis. Perjalanan itu sendiri hanya memakan sekitar 4-5 hari, tetapi dia menambah perjalanan itu selama beberapa hari untuk melanjutkan menulis buku Self Driving ini.

Mungkin sebagian orang berpikir buku ini ditulis di atas meja tulis yang dilengkapi oleh alat-alat ketik modern berupa komputer dengan jadwal yang teratur. Itu keliru!

Menulis Buku Self Driving

Buku ini ditulis di sepanjang perjalanan dengan menggunakan kertas polos dan blocknotes yang dia bawa dari Jakarta dan sekitar 30 isi bolpoin uni-ball Signo yang seakan tak pernah berhenti dipakai sejak pesawat lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta.

Penulisan buku Self Driving

Rhenald lalu meneruskan menulis di ruang transit Bandara Dubai sambil ditemani secangkir kopi Java dan beberapa potong ikan salem asap. Dari Dubai, di atas pesawat Emirates yang ditumpanginya, penulisan itu dilanjutkan beberapa jam hingga sampai di Bandara Zurich, Swiss. Saat itu bagian pertama buku ini baru saja selesai dan satu isi bolpoin sudah habis tak terasa. Rhenald menggantinya di atas sebuah taksi yang membawa dia dan istrinya ke sebuah penginapan kecil di luar kota Zurich.

Rhenald hanya berhenti menulis saat berbincang dengan istrinya yang dapat dilakukan setiap saat, atau memeriksa data-data yang dikirim staf-stafnya dari Jakarta melalui email, iPad, Blackberry, ponsel Nokia, dan e-book reader Nook selalu ada bersamanya. Kalau iPad sedang tak dapat sinyal, dia akan menggunakan telepon genggam dan seterusnya.

Rhenald tidak pernah mendiamkan waktu-waktu kosong hilang begitu saja. Di atas bus wisata, dalam kereta api, atau di tempat-tempat umum, dia selalu membaca dan menulis sambil bercengkerama. Ketika menulis Bab 6, “Self Dicipline (Disiplin Diri)”, saat itu dia baru saja meninggalkan Heidiland yang jaraknya sekitar 30 menit dari negara terkecil ke-4 dunia, Liechtenstein. Deretan rumah-rumah gunung dan rumah-rumah desa yang dipenuhi domba, sapi perah, dan ladang-ladang gandum yang indah membantu mood–nya untuk menyelesaikan buku ini.

Melatih Self Discipline

Apakah disiplin mengeksplorasi konsep-konsep kehidupan dan manajemen seperti ini bisa dilakukan tanpa keseriusan menulis dan tanpa self discipline? Rasanya tidak. Menurut Rhenald, hanya disiplinlah yang mengantarkan seseorang hingga ke garis finish secara terhormat.

Istrinya pernah bertanya  saat melihat Rhenald tetap menulis di berbagai kesempatan, , “Kapan buku ini selesai?”

Saat itu dia menjawab, “Begitu perjalanan ini selesai, staf-staf saya di kantor pasti sudah siap meneruskan proses selanjutnya, yaitu pengetikan, editing, desain, dan melengkapinya dengan tulisan-tulisan terdahulu.” Dia tahu bahwa istrinya sudah sangat terbiasa melihatnya “kerasukan” dalam menulis, mengungkapkan gagasan-gagasan yang sudah lama dia pikirkan. Bahkan bahan-bahan seperti yang ditulisnya untuk bab di atas itu biasanya sudah dia seminarkan selama setahun sebelum menjadi tulisan, diiringi dengan pertanyaan-pertanyaan kritis dari para eksekutif dan rekan-rekan guru besar. Dari mereka dia mendapatkan pengetahuan tambahan. Mereka mengisi celah yang masih kosong dari apa yang dia ingin tulis.

Namun, apakah yang membuat buku ini mengalir begitu deras? Rhenald pun menjawab, “Saya kira saya tak mempunyai hal lain yang lebih penting selain prinsip yang dianut para samurai: self discipline, fokus, dan nilai-nilai kehormatan.”

Rhenald melanjutkan, buku ini mengalir deras juga karena “Ada yang mengatakan ‘practice makes perfect’. Ya, ini ada benarnya, orang-orang yang terus melatih diri akan meraih kesempurnaan. Tetapi Twyla Tharp menyangkalnya. Ia menandaskan, hanya ‘perfect practice’-lah yang menghasilkan karya-karya hebat. Dan orang-orang seperti inilah yang kelak meraih keberuntungan. Seperti kata Senecca, ‘Luck is somewhere when opportunity meets preparation’.”

Disadur dari buku Self Driving, karya Rhenald Kasali.

Leave a Reply