Wawasan Pancasila Dalam Keberagaman

Wawasan Pancasila Dalam Keberagaman

Ulasan singkat buku Wawasan Pancasila oleh Yudi Latif

Hampir satu abad kemerdekaan Indonesia. Namun, hingga saat ini masyarakat Indonesia masih belum menemukan sosok pemimpin yang dicita-citakan. Tingkat korupsi Negara Indonesia yang berhasil mengalahkan prestasi negara tetangga dianggap hanya drama negeri yang biasa terjadi. Sebuah pembiasaan yang seharusnya tidak terjadi. Akar terdalam dari semarak praktek korupsi ini, menurut Yudi Latif di dalam buku terbarunya Wawasan Pancasila, adalah melemahnya kekuatan ‘melek moral’ pada bangsa ini. Peningkatan semangat dalam memahami agama dan pembangunan rumah peribadatan tidak dibarengi dengan sensitivitas pemahaman pada nilai-nilai moral.

Rendahnya tingkat melek moral ini menyebabkan bangsa Indonesia kekurangan rasa malu dan kepantasan. Melemahnya rasa malu dan rasa kepantasan membuat ambang batas moral semakin tipis.

Trisakti Untuk Indonesia

Akutnya krisis yang kita hadapi mengisyaratkan kegagalan sosialisasi nilai-nilai Pancasila sebagai karakter bangsa. Jika Pancasila benar-benar dikehendaki kesaktiannya, Pancasila harus menjadi ideologi  yang memiliki kekuatan riil dalam perombakan mendasar dalam ranah mental sosial politik sebagai katalis bagi perwujudan cita-cita nasional. Untuk bisa membudayakan Pancasila, bangsa Indonesia harus memiliki tiga kesaktian (Trisakti) di tiga ranah sosial yaitu, berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Transformasi ini diarahkan agar bangsa Indonesia bisa berkepribadian dalam kebudayaan dengan mewujudkan masyarakat religius yang berkeprimanusiaan, egaliter, mandiri, amanah, dan terbebas dari berhala materialisme-hedonisme, dan sanggup menjalin persatuan dengan semangat gotong royong dan pengorbanan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam masing-masing sila.

Pancasila sebagai pancaran jiwa bangsa harus dipandang sebagai legalitas yang membentuk hukum tertinggi, yaitu sebagai norma dasar (menurut Hans Kelsen). Norma dasar merupakan kaidah tertinggi dan fundamental yang menjadi inti setiap tatanan hukum negara. Norma ini tidak dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi bersifat ‘ditetapkan lebih dulu’. Bagi negara Indonesia, nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa bangsa yang menjadi dasar falsafah-pandangan hidup-ideologi negara pada gilirannya menjelma menjadi norma dasar negara.

Indonesia sebagai negara demokrasi memiliki keinginan untuk membuat bangsa yang hidup di dalamnya sejahtera tanpa meninggalkan maksud Bhinneka Tunggal Ika. Yudi Latif dalam buku Wawasan Pancasila menuturkan segala idealitas tersebut baru bisa diperoleh keseluruhan artinya bila mampu diwujudkan dalam realitas kehidupan kenegaraan dan kebangsaan. Implementasi Pancasila menghendaki aktualisasi tiga dimensi filsafat bertoleransi dengan tiga lapis ideologi (keyakinan, pengetahuan, tindakan).

Baca Juga : Edisi Terbaru Wawasan Pancasila
Pancasila

Wujud Pancasila dalam Tiap Sila

Dalam pandangan dunia Pancasila, konsep kemaslahatan hidup bersama dicari pada keyakinan akan kodrat keberadaan manusia sebagai makhluk dengan sifat kehanifan (cenderung pada kebaikan) religiusitas, humanitas, nasionalitas, sosialitas.

Sila pertama meyakini bahwa kodrat keberadaan manusia merupakan perwujudan istimewa dari keinginan Tuhan Semesta Alam. Sebagai bagian dari semesta seyogyanya tidak menghadirkan kerusakan, tetapi dapat menjaga harmoni kebermanfaatan bagi kebersamaan. Manusia sebagai wujud tertinggi di alam raya perlu mengembangkan semangat ketuhanan yang welas asih, ketuhanan yang berperikemanusiaan, serta ketuhanan yang berbudaya dan berkeadaban.

Sila kedua meyakini bahwa manusia tidak bisa berdiri sendiri terkucil dari keberadaan yang lain. Manusia tidak bisa tidak harus bersama mengembangkan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.

Sila ketiga meyakini bahwa dalam kebersamaan, manusia sebagai makhluk sosial memerlukan ruang hidup yang konkret. Dengan inilah, manusia mengembangkan rasa kebangsaan.

Sila keempat meyakini bahwa dalam mengembangkan hidup bersama, cara mengambil keputusan yang menyangkut masalah bersama ditempuh dengan semangat saling menghormati. Memandang sebagai subjek yang berdaulat, bukan objek manipulasi, eksploitasi, dan eksklusi. Inilah arti demokrasi sejati.

Sila kelima meyakini bahwa keberadaan manusia yang memiliki jasmani yang memerlukan berbagai kebutuhan material. Perwujudan khusus kemanusiaan sesama manusia dengan adil itulah yang disebut keadilan sosial.

Dengan demikian semua sila dipersatukan oleh semangat untuk bekerja sama, tolong menolong dan saling menghormati itulah yang disebut sebagai gotong royong. Gotong royong adalah paham dinamis dari kekeluargaan. Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bahu-membahu bersama untuk kepentingan semua. Inilah wawasan Pancasila yang perlu dipahami oleh setiap lapis bangsa seperti dikutip dalam Wawasan Pancasila oleh Yudi Latif. Prinsip beragama dan toleransi harus diwujudkan dalam setiap tindakan dan pemahaman sehari-hari.

Leave a Reply