Simfoni Keragaman Indonesia.

Pernahkah Anda membanding-bandingkan keragaman Indonesia dengan negara-negara lain? Sebaiknya segera luangkan waktu untuk melakukannya, karena kita akan menemukan sebuah keajaiban.

Logikanya, negeri yang minim keragaman saja bisa konflik berkepanjangan bahkan bubar, apalagi yang terlalu majemuk seperti Indonesia. Kita berada di sebuah negeri paling majemuk di dunia. Indonesia dihuni 1340 suku bangsa, memiliki 742 bahasa, ada 6 Agama Resmi dan 187 Penghayat Kepercayaan atau agama lokal. Terlalu majemuk bukan? Wajarlah jika ada yang berpikir bahwa keragaman yang sangat tinggi ini menyimpan potensi disintegrasi yang juga sangat tinggi. Apalagi Indonesia bukan negara daratan, melainkan negara kepulauan yang dipisahkan oleh lautan yang luas.

Namun, kekuatiran itu menjelma ketakjuban ketika Anda membaca dua buku terbaru di penghujung tahun 2018 ini, yakni Meyakini Menghargai dan Merayakan Keragaman terbitan Penerbit Exposé (Mizan Group) bekerjasama dengan Convey Indonesia dan PPIM UIN Jakarta. Kita akan menemukan keajaiban dari kemajemukan Indonesia pada halaman-halaman awal buku Meyakini Menghargai. Kita disajikan banyak fakta yang semuanya menyimpulkan betapa ajaibnya Indonesia. Bayangkan, Eropa merupakan daratan, tetapi mereka “terpecah” menjadi 50 negara. Di belahan lain, mereka hidup di satu daratan yang luas, dengan satu bahasa, satu agama, tapi terus bertikai dan berperang sampai hari ini. Buktinya Timur Tengah.

Kemajemukan adalah pemersatu

Lantas, bagaimana bisa Indonesia dapat bertahan sampai hari ini? Tentu lebih asyik jika Anda mencari tahu sendiri jawabnya dari kedua buku tersebut.

Kedua buku ini membawa optimisme baru dengan menyadarkan kita bahwa kemajemukan Indonesia yang sangat tinggi ini telah berusia tua, tak perlu dikuatirkan, dan terbukti sampai hari ini tetap utuh sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Artinya keragaman atau kemajemukan itu bukan pemecah, malahan pemersatu. Ibarat orkestra, kemajemukan itu menciptakan simfoni yang indah, yang bisa dinikmati kemerduannya bersama-sama.

Itulah message besar yang hendak disampaikan kedua buku yang dikemas secara menarik dan popular ini. Buku ini ditujukan untuk pembaca milenial, sehingga kemasannya pun sengaja dibikin ringan, baik bahasa maupun artistik layout-nya.

Kesan menarik dari buku ini begitu terasa ketika kita sebagai pembaca disapa oleh para karakter/narator yang mewakili penganut agama masing-masing di halaman awal buku, “Halo namaku Zahra Aini, Aku Fransiskus, Aku Ida Ayu, Aku Alung….  Kami semua berbeda-beda, tetapi tidak pernah membeda-bedakan. Sebab, kami semua adalah Bangsa Indonesia. Perbedaan dan keragaman adalah kekayaan. Ayo ikuti kami menjelajahi keragaman.”

 

 

Literatur Keragaman

Kedua buku ini hadir di saat yang tepat, mengisi kerinduan publik akan buku-buku toleransi dan kerukunan umat beragama yang cocok dan friendly bagi kalangan milenial. Menguatnya budaya hoax dan pemikiran radikal yang antikemajemukan, dapat menjadikan kedua buku ini sebagai media edukasi alternatif.

Sejauh ini, buku-buku sejenis yang beredar mungkin cenderung bernuansa normatif dan monolitik. Sebaliknya, kedua buku ini sejak proses awal pembuatannya telah melibatkan narasumber dari masing-masing pemeluk agama. Pendekatan narator dengan “melibatkan” karakter setiap pemeluk agama membuat penyajian materi dalam buku ini terasa unik, menarik, dan mudah dimengerti. Pembaca akan mengetahui ajaran, konsep ketuhanan, kitab suci, hari raya masing-masing agama dan aliran kepercayaan. Buku ini dilengkapi ilustrasi, foto dan aplikasi virtual reality UID360 yang berisi wisata religi, sehingga membuat buku ini semakin asyik dinikmati.

Buku ini bagaikan oase bagi semua pemeluk agama: satu buku untuk semua agama. Seorang pemeluk agama tidak hanya mengetahui agamanya saja, tapi juga dapat mengetahui agama dan aliran kepercayaan lain. Hanya dengan mengetahui agama lain akan muncul rasa empati dan saling menghargai.

Bagi Anda yang ingin merasakan simfoni keragaman Indonesia, segera baca kedua buku yang sangat penting dan bermanfaat ini. []

Leave a Reply