Kobarkan Spirit Revolusi Pancasila

Mendengar kata revolusi, hal yang pertama kali tergambar dalam benak adalah perubahan yang dilakukan secara cepat disertai dengan aksi penjarahan dan tindakan anarkis. Pengertian revolusi demikianlah yang sudah beranak pinak dalam pemahaman kebanyakan orang.

Hal ini terjadi karena revolusi yang dipertontonkan dalam pergelaran sejarah dunia, selalu memakan korban yang tak sedikit. Jutaan manusia harus rela meregang nyawa. Mereka menjadi korban dari kebengisan dan keegoisan seorang pemimpin yang dengan tega hati mencoba menumpas nurani kemanusiaan.

Namun, melalui buku ini, Yudi Latif mencoba meluruskan pemahaman yang keliru tersebut dengan beberapa argumen yang kuat. Buku ini memang terlihat tipis. Namun jangan salah, di balik tersimpan mutiara yang berguna bagi arah perjalanan bangsa ini. Buku setebal 208 halaman ini menawarkan sebuah gagasan baru tentang revolusi yang dilakukan tanpa harus berdarah-darah.

Revolusi Pancasila untuk Perubahan

Dengan cara apa dan bagaimana? Dengan tegas Yudi Latif menjawab dengan cara merevolusikan Pancasila. Yudi Latif menyatakan pentingnya saat ini untuk merevolusikan Pancasila. Dalam artian, Pancasila tak hanya dijadikan sebagai alat persatuan semata, melainkan juga harus menjadi praksis ideologis yang memiliki kekuatan nyata untuk melakukan perubahan sosial berbangsa dan bernegara.

Mungkin pembaca akan bertanya-tanya, apa sebenarnya revolusi Pancasila itu? Tujuan apa yang hendak dicapainya? Lalu bagaimana penerapannya? Dalam buku ini penulis mendefinisikan revolusi Pancasila sebagai sebuah usaha untuk melakukan perubahan mendasar pada sistem sosial yang meliputi ranah material, mental dan politik yang berlandaskan pada prinsip- prinsip Pancasila.

Melihat definisi yang demikian, penulis seakan-akan menuntun pembaca untuk membuka kembali ingatan akan sejarah tujuan berdirinya negara ini. Jadi, revolusi Pancasila memiliki tujuan yang sama dengan tujuan kemerdekaan negara yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, yakni mewujudkan peri kehidupan kebangsaan dan kewargaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Revolusi Pancasila adalah revolusi yang khas dan unik

Menurutnya, sifat revolusi Pancasila tidaklah sama dengan revolusi yang terjadi di berbagai belahan dunia manapun. Revolusi Pancasila adalah revolusi yang khas dan unik, sebab ia merupakan gabungan dari bermacam- macam revolusi yang pernah ada. Revolusi Amerika, Revolusi Industri, Revolusi Prancis dan Revolusi Kebudayaan di China hanyalah bergerak pada satu sisi kehidupan saja.

Sedangkan, revolusi Pancasila memiliki sifat yang kompleks dan berupaya untuk memperbaiki tatanan lama yang sudah rusak di berbagai bidang. Revolusi Pancasila adalah revolusi pancamuka atau seribu muka yang kelak akan melahirkan manusia-manusia jenis baru yang memiliki jiwa dan semangat juang revolusi Agustus, serta berupaya mewujudkan amanat penderitaan rakyat, mewujudkan masyarakat adil makmur tanpa exploitation de exploitation de lhomme par homme serta membangun dunia baru tanpa exploitation de nation par nation.

Model revolusi seperti inilah yang dimaksud oleh Sukarno dengan istilah telescoped revolution . Ya, itulah yang hendak dicapai. Yang jauh itulah yang hendak dicapai dan diusahakan tercapainya dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar untuk melakukan perubahan di segala lini kehidupan berbangsa dan bernegara yang sudah karut marut seperti saat ini. Dalam bidang politik misalnya.

Jamak diketahui bahwa model demokrasi yang saat ini dianut oleh Indonesia tidaklah selaras dengan jiwa kepribadian bangsa. Kecenderungan untuk mengadopsi model demokrasi liberal tanpa menyesuaikan dengan konteks sosial ekonomi masyarakat Indonesia, senyatanya dapat melemahkan arti demokrasi itu sendiri. Imbasnya kemudian adalah tingginya partisipasi rakyat berjalan lurus dengan tingginya angka korupsi yang dilakukan oleh elite politik.

Pemerintahan yang dihasilkan secara demokratis ternyata juga tidak melahirkan pemerintahan orang-orang yang berprestasi (meritokrasi), melainkan melahirkan hal yang sebaliknya, pemerintahan orang-orang yang biasa saja (mediokrasi). Inilah paradoks yang terjadi dalam dunia politik kita saat ini. Kondisi di bidang ekonomi tak berbeda jauh dengan apa yang terjadi di bidang politik.

Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara serta yang menguasai hajat hidup orang banyak, malah jatuh dalam penguasaan asing ataupun bahkan orang per orang. Sumber daya alam Indonesia yang kaya raya tak bisa lagi dinikmati oleh rakyat secara keseluruhan, melainkan menjadi hak milik asing dan dinikmati hanya oleh segelintir elite saja.

Kembali ke UUD 1945 dan Pancasila

Eksploitasi alam dan tanah semakin menjadi-jadi, hingga ujungujungnya menyisakan malapetaka ekologis, ketimpangan sosial yang semakin menganga, ketidakadilan, dan kemiskinan yang terstruktur. Proklamasi kemerdekaan yang dulu dideklarasikan oleh Sukarno-Hatta sebagai jembatan emas bagi bangsa ini untuk membangun masyarakat yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur, ternyata masih meninggalkan tugas sejarah yang harus dipikul oleh generasi pelanjut negeri ini untuk segera menuntaskannya.

Dari itu, mengais kembali prinsip-prinsip peninggalan para pendiri bangsa yang jiwa dan semangatnya tersimpan dalam Pancasila dan UUD 1945 adalah solusi yang wajib dilakukan. Mengaplikasikan nilai-nilai ideal Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, di tengah bergairahnya aksi binal hedonisme, individualisme, serta kekaguman dan penghambaan akan materialisme seperti sekarang ini, memang terkesan menabrak dinding cadas dan tebal serta jalanan yang berliku.

Namun, mengutip apa yang dikatakan oleh Yudi Latif dalam buku ini bahwa kehilangan terbesar bangsa ini bukanlah kemerosotannya di bidang ekonomi serta kehilangan pemimpinnya, melainkan karena bangsa ini sudah mulai kehilangan karakter, prinsip dan harga diri kebangsaan, karena diabaikannya semangat dasar kehidupan berbangsa dan bernegaranya. Bukankah hal itu yang kita rasakan sekarang?

Penulis

Muhammad Shofa,
Aktivis Bakornas LAPMI PB HMI

(Diambil dari sindonews.com edisi 21 Juni 2015)

Leave a Reply