Belajar dari The Medici Effect Ala Banyuwangi

Seniman besar Michaelangelo mungkin tidak akan dikenal namanya sekarang bila dia tidak bertemu dengan Lorenzo Medici. Saat Michaelangelo remaja, Lorenzo Medici melihat kecakapannya dalam membuat patung. Medici yang merupakan penguasa kota Florence dan salah satu orang terkaya di wilayah itu, menjadikan Michaelangelo sebagai anak asuhnya.

Dalam naungan Keluarga Medici,  Michaelangleo diajari dan didukung penuh dalam mengembangkan keahliannya hingga hasil karyanya bisa dikenang dan dinikmati oleh khalayak sampai hari ini. Keluarga Medici memang terkenal gemar berinventasi pada bidang seni dan teknologi.

Buku karya Frans Johansson, The Medici Effect: Breakthrough Insights at the Intersection of Ideas, Concepts, and Cultures yang terbitpada 2004, menggambarkan Medici sebagai keluarga yang menyediakan rumahnya sebagai tempat berkumpul para seniman, ilmuwan, dan ahli keuangan. Tanpa membeda-bedakan disiplin ilmu dan budaya, mereka bertemu dan belajar bersama di rumah itu.

Para seniman dan ilmuwan yang belajar di rumah itu merupakan calon pelopor. Mereka membawa gagasan segar yang berbeda hingga membawa dunia pada persimpangan antara Zaman Kegelapan dan Zaman Pembaruan yang kemudian dikenal sebagai Renaisans.

Hasil investasi Keluarga Medici ini telah menjadi pemicu lahirnya inovasi yang menjadi bagian dari sejarah kesuksesan dunia.

Belajar dari Keluarga Medici

Terilhami dari Keluarga Medici, Abdullah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi, dalam pemerintahannya menerapkan prinsip serupa, yaitu memberikan kesempatan luas bagi hadirnya inovasi yang datang dari siapa saja dan dari bidang apa saja.

Seorang kepala daerah dapat menciptakan Efek Medici, memantik gagasan-gagasan luar biasa dari dan untuk daerahnya. Dia dapat melihat potensi di tengah keberagaman disiplin ilmu dan budaya yang dimiliki oleh masyarakat. Lantas dia akan mencari titik temu untuk mengembangkannya.

Kebijakan inovatif yang dilakukan di Banyuwangi selama 10 tahun (2010–2020) lahir karena adanya titik temu antara potensi daerah, visi kepala daerah, dan kreativitas banyak pihak. Kabupaten Banyuwangi merumuskan formulasi pembangunan daerahnya menjadi:

I = ( P+ V ) × ( Kr + Ko )

Keterangan:

I” adalah inovasi. “P” adalah potensi. “V” adalah visi. “Kr” adalah kreativitas. “Ko” adalah kolaborasi.             

Menarik, bukan? Inovasi dan kolaborasi yang dihasilkan oleh Banyuwangi tidak main-main. Setiap ASN Kabupaten Banyuwangi tidak hanya bekerja untuk melayani publik, tetapi mereka dibekali mindset untuk menjadi seorang marketeer Banyuwangi.

Warga Banyuwangi juga diberi dukungan dan pelatihan untuk mengembangkan wirausaha dan UMKM. Warga juga berkolaborasi menjadikan rumah mereka sebagai lokasi homestay bagi para turis.

Pihak swasta juga tidak luput terlibat dalam kolaborasi Kabupaten Banyuwangi. Hadirnya Gojek di Banyuwangi, misalnya,diiringi dengan inovasi program rantang kasih, di mana para driver (sopir) Gojek setiap minggunya mengantarkan makanan bagi warga yang kurang mampu.

Program Rantang Kasih

Inovasi lain yang dilakukan Kabupaten Banyuwangi adalah dengan mengadakan festival sepanjang tahunyang jumlahnya mencapai 99 festival. Festival-festival ini diadakan untuk  lebih mengenalkan pariwisata Banyuwangi dan mendatangkan turis dari luar kota maupun luar negeri.

Masih banyakprogram kolaborasi-inovatif dari Banyuwangi yang kini bisa dipelajari melalui buku Creative Collaboratian yang ditulis oleh Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas. Dia menjabarkan pengalaman kepemimpinannya yang kreatif dan kolaboratif di Banyuwangi.

Firenze  telah menjadi pusat ledakan kreativitas dan Renaisans, salah satu masa paling inovatif dalam sejarah. Mungkin saja Banyuwangi bisa seperti Firenze, menjadi kota tempat lahirnya inovasi dan kolaborasi di Indonesia.

Leave a Reply