Sikap Jelek yang Harus Dihindari

Tulisan pendek dari Rhenald Kasali dalam buku Strawberry Generation 

Di dunia ini kita hidup berpasang-pasangan. Jika ada siang, tentu ada malam. Ada pro, ada  pula  yang  kontra.  Begitu  pula  untuk  the  winning team atau para great drivers, mereka juga memiliki pasangannya. Oleh sebagian perusahaan, pasangannya itu disebut sebagai the fatalist, the losser, trouble maker, atau Lance Berger & Dorothy Berger biasa mengistilahkan mereka dengan sebutan misfit.

Saya menyebutnya sebagai bad passengers dan bad drivers. Ada yang bermental driver, tetapi perilakunya merusak, hanya menggosok orang lain agar menentang atau melakukan tindakan  tidak  produktif, banyak  mengeluh dan mengambil energi orang lain.

Bad Passenger vs Good Driver

Adapun bad passengers, sudah cuma menumpang, merusak yang lain pula. Sama seperti tipe top performer, agak gampang-gampang susah mengidentifikasi tipe-tipe orang yang termasuk dalam kelompok misfit atau bad passengers (dan bad drivers) itu.

Kita butuh waktu yang cukup untuk membaca mereka. Di Rumah Perubahan, kami perlu waktu tiga hari untuk mengajak mereka membuka diri dan merestorasi kembali mental itu. Itu pun sebaiknya diikat dengan program recoding DNA yang menjadi tugas para atasan begitu mereka kembali.  Para  misfit  ini  biasanya  lebih  suka  mencari  siapa yang salah dan sibuk membesar-besarkan masalah.

Sikap Jelek para Passengers

Mereka gampang mengeluh, selalu tidak puas. Komplain melulu.  Mereka  juga  lebih  suka  melihat  kelemahan  orang lain ketimbang kelebihannya dan tidak suka melihat orang sukses. Setelah kami pelajari, ternyata mereka sejatinya terdiri atas orang-orang yang butuh kasih sayang kita dengan segudang masalah batiniah.

Adapun perilaku buruknya yang diungkapkan secara terbuka  ternyata  hanyalah  sebuah  bentuk  pengalihan  saja dari rasa “sakit”-nya yang tidak terperikan.

Menurut Dave Ulrich & Norm Smallwood (2004), sekitar 70 persen proses pembelajaran sebenarnya terjadi dalam aktivitas sehari-hari, dalam pekerjaan sehari-hari. Lalu, 20 persennya diperoleh lewat sharing pengalaman dan observasi, belajar dari para role model atau melalui proses mentoring.

Sementara, 10 persen sisanya belajar dalam kelas-kelas formal, training, workshop, atau seminar. Melihat besarnya porsi pembelajaran dari pekerjaan sehari-hari, penting bagi kita untuk secepat-cepatnya mengoreksi kekeliruan. Membiarkan kekeliruan berlarut-larut akan membuat kita terbiasa, lalu membudaya dan akhirnya tertanam menjadi mindset. Kalau sudah begini, susah mengubahnya.

Jadi apakah Anda ingin terus mencari bad passenger, suka mencari-cari kesalahan orang lain atau menjadi good driver?

Leave a Reply