Proklamasi Indonesia dan Soekarno-Hatta dalam Pandangan Milenial

Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 merupakan suatu peristiwa monumental yang menandakan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Momen sakral ini diperingati oleh rakyat Indonesia setiap tahunnya. Namun di era #MO ini, apakah generasi milenial Indonesia dapat memaknai proklamasi seperti seharusnya?

Pada hari itu pukul 10:00 wib, teks proklamasi yang digodok di rumah Laksamana Tadashi Maeda beberapa jam sebelumnya dibacakan dengan lantang oleh Ir. Soekarno. Kala itu pula ‘Sang Saka Merah Putih’ dikibarkan untuk pertamakalinya, diiringi kumandang lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Proklamasi dalam Pandangan Milenial

Meskipun zaman terus berubah dan teknologi terus berkembang, nyatanya peristiwa proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 belum terlupakan dan masih mendapat tempat spesial dalam benak generasi milenial Indonesia.

Proklamasi masih dipandang sebagai peristiwa bersejarah yang memiliki makna penting, bukan hanya dalam kehidupan rakyat Indonesia pada zaman dulu, namun juga zaman sekarang. Bagi mereka, proklamasi ialah titik tolak yang krusial untuk bangsa Indonesia. Sebab lewat proklamasi, Indonesia menyuarakan determinasi untuk membentuk identitas dan jati diri, serta berdiri tegak di atas kaki sendiri.

Proklamasi mungkin hanyalah salah satu titik dari perjalanan bangsa Indonesia, namun tidak bisa dipungkiri bahwa proklamasi juga merupakan titik puncak dari perjuangan meraih kemerdekaan.  Bayangkan saja, negara kita telah dijajah bertahun-tahun lamanya.  

pernyataan proklamasi milenial
Proklamasi RI

Bahkan buku teks sejarah kita saat sekolah dulu mengatakan bahwa Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun. Tentu saja itu bukan waktu yang sebentar. Untuk sampai pada hari dimana proklamasi kemerdekaan berkumandang pun kita melalui perjalanan perjuangan yang panjang.

Perjalanan perjuangan kemerdekaan itu sendiri kiranya tidak akan membuahkan hasil jika tanpa keberanian dan ‘kenekatan’ dari para pejuang kita. Saat itu para pejuang belum memiliki modal yang cukup untuk membentuk suatu negara, namun mereka yakin bahwa saat itulah momen yang tepat untuk memproklamirkan kemerdekaan. Mereka pun menyatakan siap untuk melawan Jepang dan menghadapi apa pun resikonya. Hal ini mencerminkan bahwa para pejuang kita memiliki pendirian yang kokoh dan rela berkorban demi mencapai impian rakyat yaitu menjadi negara yang merdeka.

 Komitmen dan keberanian para pejuang untuk mengemban tanggungjawab proklamasi adalah hal yang sepatutnya dikagumi dan diapresiasi. Utamanya oleh generasi muda sekarang, khususnya milenial, mengingat para pejuang golongan mudalah yang saat itu memiliki andil besar dalam mendorong agenda proklamasi.

Namun seperti ungkapan ‘akhir dari suatu babak adalah awal dari babak yang baru’, proklamasi bukan hanya menjadi puncak perjuangan kemerdekaan, melainkan juga menjadi awal babak baru perjuangan bangsa dan negara Indonesia. Proklamasi bukan sekadar pengumuman, tapi di dalamnya terdapat cita-cita para pejuang dan harapan atas berakhirnya penderitaan rakyat.

Bukan untuk sekadar dijadikan ‘trofi’ dan menjadi kenangan, tapi juga menjadi landasan untuk kita mempertahankan dan membentuk makna baru ‘kemerdekaan’ yang sesuai dengan nilai-nilai negara.

Sosok Proklamator: Soekarno-Hatta di Mata Generasi Milenial

Berbicara tentang proklamasi, tentunya kita tidak boleh melupakan para proklamator, Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta. Keduanya berperan aktif dalam persiapan kemerdekaan Indonesia sebagai ketua dan wakil ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Soekarno-Hatta juga turun langsung dalam perumusan teks naskah proklamasi yang dilakukan pada 17 Agustus 1945 dini hari di ruang makan rumah Laksamana Tadashi Maeda.

 Konsep teks proklamasi tersebut ditulis tangan oleh Ir. Soekarno sendiri, kemudian Drs. Moh. Hatta menggubahnya bersama Mr. Achmad Soebardjo. Soekarno-Hatta pun kemudian diusulkan oleh Sukarni untuk menandatangani teks proklamasi tersebut atas nama bangsa Indonesia.

 Di mata generasi milenial sendiri, Soekarno-Hatta merupakan sosok yang dikagumi dan dihormati. Bung Karno dan Bung Hatta telah dikenal sebagai ‘tokoh penting’ bahkan jauh sebelum menjadi proklamator kemerdekaan Indonesia. Ir. Soekarno terkenal sebagai pendiri Partai Nasional Indonesia, sementara Drs. Moh. Hatta pernah menjadi ketua Perhimpunan Indonesia. Keduanya memiliki catatan perjuangan sendiri, dan kiranya penting bagi kita untuk melihat kontribusi individual mereka dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, tidak hanya sebagai duo serangkai saja.

Sementara itu, Soekarno-Hatta sebagai proklamator dipandang sebagai sosok yang berani dan bijak. Mengemban tugas sebagai proklamator tentunya bukan hal mudah, apalagi saat itu mereka dipilih secara mendadak oleh golongan muda. Bayangkan betapa berat tekanan yang mereka dapat terutama dari para pemuda pejuang, sampai-sampai mereka harus ‘diculik’ ke Rengasdengklok supaya tidak terpengaruh oleh Jepang.

 Di tengah semua tekanan itu, Bung Karno dan Bung Hatta berani melangkah maju, mengambil tanggung jawab sebagai wakil bangsa yang mengumumkan kemerdekaan. Mereka juga dinilai mengambil keputusan bijak untuk mengikuti keinginan golongan muda, memanfaatkan momentum dan pada akhirnya melaksanakan proklamasi.

Mengapresiasi Proklamasi dan Proklamator Kita

Peristiwa proklamasi dan perjuangan proklamator kita sudah sepatutnya dikenang dan dimaknai secara mendalam, bukan hanya diingat sebagai hari libur dan hari diskon nasional. Namun untuk bisa sepenuhnya mengapresiasi proklamasi dan perjuangan proklamator, tentu penting bagi kita untuk mengetahui sejarah mereka.

 Sayangnya hal ini cukup sulit diterapkan oleh generasi muda sekarang karena kurangnya kesadaran. Generasi muda kita masih terkungkung stereotip bahwa sejarah itu membosankan, ditambah buku-buku sejarah kita yang kebanyakan normatif. Padahal dari tokoh-tokoh bangsa ini banyak teladan yang bisa kita ambil sebagai contoh berperilaku seperti yang disebutkan Yudi Latif dalam buku Mata Air Keteladanan.

Apa yang bisa dilakukan generasi milenial untuk menghapus stigma negatif  ini? Generasi milenial kita adalah generasi yang kreatif. Kita bisa mengemas sejarah dalam bentuk karya seperti animasi, komik, karya sastra, film, dan lain-lain. Generasi milenial yang berpofesi sebagai guru juga bisa mengemas pelajaran sejarah semenarik dan seinteraktif mungkin. Dengan itu diharapkan anak-anak muda Indonesia semakin tertarik untuk mempelajari sejarah, terutama sejarah proklamasi dan perjuangan proklamator kita.

Zohri, mengharumkan nama Indonesia melalui Atletik

Hal lain yang bisa dilakukan generasi milenial untuk mengapresiasi proklamasi dan proklamator kita ialah berkarya dan mencoba membuat kemajuan untuk bangsa Indonesia sesuai dengan semangat dan cita-citanya masing-masing. Hidup dengan penuh rasa syukur dan kebanggaan sebagai rakyat Indonesia, serta mengoptimalkan potensi untuk mencapai prestasi yang bisa mengharumkan nama bangsa juga salah satu bentuk apresiasi yang dapat kita lakukan.

 Jangan lupakan bahwa proklamasi bukan hanya momen yang dirayakan sebagai ulang tahun Indonesia, tapi juga pengingat bahwa kita memiliki tanggung jawab untuk mempertahankan identitas dan keutuhan bangsa kita. Ingatlah bahwa kebebasan yang kita nikmati saat ini adalah buah dari darah, keringat, dan air mata founding fathers kita.

Leave a Reply