Menjadikan Kota Sebagai “Teman” Warga

Mengutip sebuah peribahasa dari Afrika, Hillary Clinton(1996) menulis “It takes a village to raise a child”, yang artinya kurang lebih adalah bahwa untuk menumbuhkembangkan seorang anak, kita membutuhkan kampung atau komunitas yang kondusif, tidak cukup hanya keluarga tapi juga lingkungan masyarakatnya.

Sekalipun pembinaan anak di dalam keluarga menjadi tantangan di tengah kehidupan modern perkotaan, tetapi pembangunan kota sendiri harus memfasilitasi anak-anak untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Kota perlu menunjang kebutuhan ruang yang aman bagi anak-anak untuk dapat mengeksplorasi minat dan bakatnya dengan mewujudkan Kota Layak Anak.

UNICEF menegaskan, Kota Layak Anak haruslah inklusif dalam mewadahi aktivitas anak-anak tanpa memisah-misahkan agama, ras, jenis kelamin, kemampuan, maupun pendapatan orang tuanya. Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Surakarta adalah salah satu contoh kota yang berhasil menyediakan wadah bagi anak-anak untuk belajar dan mengeksplorasi diri. Hal ini dibuktikan dengan penghargaan Kota Layak Anak Kategori Utama yang diterima tahun 2017.

Ruang Kota untuk Warga

Pemerintah kota menyediakan taman cerdas sebagai tempat bermain dan belajar anak-anak. Selain itu, terdapat Radio Anak KONATA dengan konsep “dari, oleh,dan untuk anak-anak”, sehingga materi siaran juga dibuat oleh anak-anak. Program-program tersebut dapat menjadi inspirasi bagi kota-kota lain dalam menyediakan ruang kota yang mengakomodasi kebutuhan anak-anak.

Pengembangan fasilitas penunjang kota dan yang ramah dan anak dan penyediaan sarana taman kota dan perpustakaan menjadi salah satu yang dikembangkan oleh kota-kota di Indonesia. Tidak heran, banyak kota kini berlomba untuk menyajikan pelayanan terbaik.

Kabupaten Bandung (yang sebagian wilayahnya sudah menjadi kawasan perkotaan) merupakan salah satu pemerintah daerah yang mempunyai perpustakaan keliling yang aktif. Di kompleks perkantoran pemerintah kabupaten yang terletak di Soreang, terdapat perpustakaan yang sifatnya“bookless”.

Sampul-sampul buku yang dipajang berjajar, baik didalam ruangan maupun di luar ruangan, mempunyai QR-code yang bisa dipindai dengan ponsel pintar untuk mengunduh isinya. Pembaca kemudian bisa membaca e-book  yang ada di ponsel pintar tersebut tanpa harus mengembalikannya.

Di kompleks perkantoran ini pula terdapat Science Center yang cukup menarik dan memiliki pojok-pojok foto yang instagrammable.

Perpustakaan di taman kantor Pemkab Bandung

Surabaya juga memiliki Taman Bungkul yang bersifat multifungsi. Taman ini semula hanya untuk tempat berziarah ke makam Sunan Bungkul atau Ki Ageng Bungkul. Oleh Pemkot Surabaya, Taman Bungkul kemudian direnovasi dan dikembangkan menjadi tempat bermain anak-anak dan remaja, sekaligus juga menjadi tempat berkumpul warga. Terdapat pula Sentra PKL di dekat taman.

Sementara di Jakarta membangun banyak Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA) atau yang dikenal sekarang dengan Taman Maju Bersama. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi berbagai kegiatan positif—seperti olahraga—bagi anak-anak maupun remaja dan warga lainnya di ruang terbuka yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.

Ada yang menarik di Pontianak, perpustakaan kota memiliki program DEBAR (Delivery Buku Antar) yang khusus memfasilitasi kebutuhan warga difabel untuk meminjam buku sehingga para warga tidak perlu langsung ke perpustakan, cukup menunggu buku dirumah saja.

Lingkungan yang kondusif dan fasilitas yang tersedia dari kota membuat warga mudah mendapatkan akses untuk berbagai sarana edukatif. Hal ini merupakan gambaran ideal dari peran kota yang mendukung aktualisasi dan kemajuan warganya.

Disadur dari buku Kota Untuk Semua, karya Wicaksono Sarosa

Leave a Reply